IT’S OKAY, THAT’S LOVE

Dari sekian banyak drama Korea yang aku tonton, ini adalah drama Korea yang paling mature. Kenapa aku sebut mature ? Aku perhatikan dari tahun ke tahun, kualitas drama Korea semakin meningkat, baik dari segi ide cerita, skenario, akting hingga penataan musiknya. Saat ini drama Korea tidak lagi bercerita tentang anak SMA yang jatuh cinta atau gadis miskin yang jatuh cinta dengan pria kaya yang dibumbui konflik cinta cheesy. Saat ini drama Korea berusaha menyasar segmen dewasa, dengan permasalahannya yang kompleks serta berlatar belakang profesi orang dewasa dengan dialog yang cerdas. Walaupun masih berbicara tentang cinta, tapi drama Korea berhasil mengemas cerita menjadi tidak membosankan.

Well, kita kembali ke drama It’s Okay, That’s Love. Drama ini berlatar belakang tentang masalah kejiwaan dimana tokoh utamanya Ji Hae Soo (Gong Hyo Jin) adalah seorang psikiater yang memiliki masalah kecemasan dalam bercinta dan Jang Jae Yeol (Zo In Sung) seorang penulis novel tampan yang ternyata menderita obsessive compulsive disorder. Pada saat pertama kali bertemu dengan Hae Soo, Jae Yeol sudah langsung jatuh cinta karena Hae Soo tipe wanita yang mandiri, cuek dan susah ditebak. Hae Soo berusaha mengingkari bahwa dia juga jatuh cinta pada Jae Yeol karena dia terlalu intim dengan lawan jenis. Perjuangan cinta Jae Yeol didukung oleh teman-teman Hae Soo, yaitu Jo Dong Min (Sung Dong Il) seorang psikiater senior yang memiliki masalah dengan cinta masa lalunya dan Park Soo Kwang (Lee Kwang Soo) seorang pelayan café yang memiliki Tourette Syndrome.

Drama ini semakin menarik karena semua tokoh memiliki masalah kejiwaan yang berbeda-beda. Seiring berjalannya waktu, mereka berusaha saling menyembuhkan dari luka masa lalu. Akan tetapi, permasalahan semakin berat bagi Jae Joul karena ternyata dia memiliki masalah kejiawaan yang lain, yaitu skizofrenia, efek dari trauma masa kecilnya yang sadis. Jae Yeol memiliki fantasi teman yang bernama Han Kwang Woo yang sering mengalami kekerasan dari ayah tirinya. Persis seperti yang dialami Jae Yeol ketika masih remaja. Wujud Han Kwang Woo semakin nyata di mata Jae Yeol sehingga Jae Yeol tidak bisa membedakan lagi mana dunia nyata dan dunia fantasi. Nyawa Jae Yeol pun berkali-kali terancam karena dalam pikirannya Han Kwang Woo terus-menerus mengalami kecelakaan. Di sinilah cinta dan kemampuan psikologi Hae Soo diuji sekaligus.

Sebenarnya tema yang diangkat cukup berat, awalnya aku ragu drama ini bisa berjalan mulus. Akan tetapi, di sinilah mulai terlihat kedewasaan drama Korea. Tema berat ini diangkat lumayan detil tapi masih bisa dibungkus secara ringan tanpa harus menyederhanakan sebuah persoalan. Ada potongan dialog yang aku ingat, yang mejadi obat bagi semua penderita masalah kejiwaan, bahwa kita tidak sendiri, walaupun tampaknya kita sendiri, percayalah ada seseorang di luar sana yang mendoakan kita selama 24 jam. Yang harus kita lakukan adalah percaya pada diri sendiri.

Di drama ini, sekali lagi Zo In Sung memperlihatkan kepiawaiannya dalam berakting. Seperti di drama That Winter & The Wind Blows, Zo In Sung mampu memperlihatkan kegundahan seorang penulis yang bingung antara dunia nyata dan fantasi dengan gerakan mata dan muka. No wonder, Zo In Sung, dipandang aktor yang paling berkarisma di Korea. Satu lagi yang menarik dari drama ini adalah tata musik yang menggabungkan lagu barat dan korea. Sound track yang dipilih, terutama lagu barat, benar-benar membuat “stuck on my head” padahal lagu-lagu tersebut, rata-rata anti mainstream tetapi entah kenapa mudah sekali dinikmati dan pas sekali dengan setiap scene di drama ini. Aaah, viva Korean drama!